Sabtu, 02 April 2016

Short Escape after Qing Ming Day

Oikkk... Alohaa... 
Ketemu lagi di blog ku :D 
Uda beberapa hari nih aku ga ngeblog. Ada yang tau aku ke mana? =p
Yuppp.. Sesuai judul kali ini, aku bakal cerita sedikit tentang aku dan keluarga yang rayain Qing ming day, atau kita biasa bilang nya cheng beng ( in hokian ). Minggu kemarin aku pergi ziarah ke makam nenek,kakek dan paman di Siantar, jadi dari hari Sabtu kita uda berangkat dari rumah supaya bisa lebih pagi ziarahnya. Kenapa mesti pagi2 ziarahnya? Karena kita kalo di qing ming day itu banyak banget yang harus di urus, mulai dari tata makanan dan buah2an, pasang lilin, dupa, bakar kertas, dan berdoa bergantian untuk leluhur / keluarga. Berhubung kita keluarga besar pada ngumpul di hari itu, bisa bayangin kan ziarahnya bisa makan waktu sampai berapa jam. Apa lagi dari jam 9 an mataharinya uda mulai terik. Panas nya ampun. x_x Biasa kita yang cewek2 bawa payung atau topi supaya kulit ga gosong . hehe




Nah, ini ada foto supaya kalian ada gambaran gimana sih bentuk makam dan apa aja yang kita bawa di qing ming day. Cowok di paling kanan tuh abang sepupu aku yang tinggal di Siantar. Masi single, mana tau ada yang mau daftar jadi pacarnya ;D ( Kalo si koko baca habiss laa aku ) x_x

Kembali ke laptop! Di foto kalian bisa lihat ada banyak makanan dan bunga yang di tata rapi. Ada lilin dan banyak dupa / hio yang di tancapkan yang menandakan kita udah selesai berdoa, sisanya kita tinggal bakar kertas then udah boleh pulang. :D
Bercerita tentang Qing Ming day, ada banyak orang yang penasaran tentang kebiasaan kita yang bakar2 kertas ( ada yang bentuk baju, celana, odol, sikat gigi, sepatu, sepeda, mobil, hp,dll ) itu buat apa sih?

Sebenarnya aku juga ga ngerti ya, yang aku tau itu udah kebiasaan dari leluhur kita dan aku ngikut aja.
Tapi setelah udah gede, aku merasa aku perlu tau gimana asal usul kebiasaan yang aku dan keluarga lakukan. Jadi aku browsing2 internet dan ketemu la ceritanya.



Sejarah Cheng beng dimulai sejak dulu kala dan sulit dilacak kapan dimulainya. Pada dinasti Zhou, awalnya tradisi ini merupakan suatu upacara yang berhubungan dengan musim dan pertanian serta pertanda berakhirnya hawa dingin (bukan cuaca) dan dimulainya hawa panas. Ada sebuah syair yang menggambarkan bagaimana cheng beng itu yaitu: “Sehari sebelum cheng beng tidak ada api” atau yang sering disebut Hanshijie (han: dingin, shi: makanan, jie: perayaan/festival).

Hanshijie adalah hari untuk memperingati Jie Zitui yang tewas terbakar di gunung Mianshan. Jin Wengong (raja muda negara Jin pada periode Chunqiu akhir dinasti Zhou) memerintahkan rakyat untuk tidak menyalakan api pada hari tewasnya Jie Zitui. Semua makanan dimakan dalam kondisi dingin, sehingga disebut perayaan makanan dingin.

Chengbeng lebih tepat jika dikatakan terjadi pada tengah musim semi. Pertengahan musim semi (Chunfen) sendiri jatuh pada tanggal 21 Maret, sedangkan awal musim panas (Lixia) jatuh pada tanggal 6 Mei. Sejak jaman dahulu hari cheng beng ini adalah hari untuk menghormati leluhur. Pada dinasti Tang, hari cheng beng ditetapkan sebagai hari wajib untuk para pejabat untuk menghormati para leluhur yang telah meninggal, dengan mengimplementasikannya berupa membersihkan kuburan para leluhur, sembahyang dan lain-lain.

Di dinasti Tang, implementasi hari Cheng Beng hampir sama dengan kegiatan sekarang, misalnya seperti membakar uang-uangan, menggantung lembaran kertas pada pohon Liu, sembayang dan membersihkan kuburan. Yang hilang adalah menggantung lembaran kertas, yang sebagai gantinya lembaran kertas itu ditaruh di atas kuburan. Kebiasaan lainnya adalah bermain layang-layang, makan telur, melukis telur dan mengukir kulit telur.

Permainan layang-layang dilakukan pada saat Chengbeng karena selain cuaca yang cerah dan langit yang terang, kondisi angin sangat ideal untuk bermain layang-layang. Sedangkan pohon Liu dihubungkan dengan Jie Zitui, karena Jie Zitui tewas terbakar di bawah pohon liu. Pada dinasti Song (960-1279) dimulai kebiasaan menggantungkan gambar burung walet yang terbuat dari tepung dan buah pohon liu di depan pintu. Gambar itu disebut burung walet Zitui.

Kebiasaan orang-orang Tionghoa yang menaruh untaian kertas panjang di kuburan dan menaruh kertas di atas batu nisan itu dimulai sejak dinasti Ming. Menurut cerita rakyat yang beredar, kebiasaan seperti itu atas suruhan Zhu Yuanzhang, kaisar pendiri dinasti Ming, untuk mencari kuburan ayahnya. Dikarenakan tidak tahu letaknya, ia menyuruh seluruh rakyat untuk menaruh kertas di batu nisan leluhurnya. Rakyatpun mematuhi perintah tersebut, lalu ia mencari kuburan ayahnya yang batu nisannya tidak ada kertas dan ia menemukannya.

Ini adalah artikel yang aku copy dari salah satu blog Budhist. Cuman sekedar info buat kalian yang mungkin penasaran sama kebiasaan kita di Qing Ming day. :)


Teng teng teng.. Abis berpanas2an aku, mama dan bibi pergi cari angin segar. Awalnya kita rencanain buat pergi ke Prapat, tapi berhubung di hari itu rame banget pengunjungnya, jadi kita putusin buat ke Silalahi aja. Toh kita sama2 bisa lihat Danau Toba. :D








 The End


So, sampai ketemu di post selanjutnya ^^


Jangan lupa share & subscribe ya! :D

Thank you :*



Tidak ada komentar :

Posting Komentar